Produksi plastik secara besar-besaran dimulai pada tahun 1950-an, kala itu penggunaan plastik dinilai sebagai salah satu cara untuk menjaga sumber daya alam. Namun, penggunaan plastik secara masif dan tanpa adanya proyeksi yang akan merusak lingkungan kedepannya menyebabkan permasalahan sampah plastik yang sangat sulit terurai dan kini menjadi ancaman terbesar bagi lingkungan. Dari Data Kementerian Lingkungan Hidup hanya dalam kurung waktu 10 tahun, jumlah sampah plastik mengalami peningkatan sebesar 6% hingga tahun 2021. Selama tahun 2021, total sampah nasional yang disumbangkan oleh sampah plastik sebanyak 11,6 juta ton atau 17 % dari total sampah nasional. Artinya rata-rata satu orang menyumbang 0,11 kg sampah plastik setiap harinya. Jumlah sampah plastik ini masih sangat mungkin bertambah terlebih kondisi yang terjadi kini penggunaan plastik jenis multilayer (kemasan sachet) hampir di semua produk yang kita gunakan.
Sektor makanan dan minuman menjadi penyumbang terbanyak sampah plastik jenis multilayer yang diikuti meningkatnya daya beli masyarakat. Pada tahun 2020 sebanyak 855 miliar kemasan sachet dijual dipasar global dan Asia Tenggara memegang pasar sekitar 50%. Angka ini diprediksi akan meningkat hingga mencapai 1,3 triliun pada tahun 2027. Bisa dibayangkan berapa jumlah sampah yang akan bertambah setiap tahunnya seiring peningkatan penggunaan plastik kemasan sachet dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun penggunaan kemasan sachet secara segi pemasaran produk sangat menguntungkan karena mempunyai kemampuan untuk melindungi produk yang sangat baik dan lebih mudah bagi produsen membuat inovasi terhadap produknya. Namun, plastik kemasan sachet merupakan jenis plastik multilayer yang sifatnya sangat sulit terurai.
Kemasan ini terbentuk lebih dari satu jenis polimer dan terdapat 3 – 4 lapisan yang terdiri dari lapisan paling dalam plastik tipis berwarna bening, lapisan alumunium foil, lapisan gambar dan lapisan kertas yang dilaminasi. Lapisan bertumpuk tersebut yang menyebabkan kemasan plastik tersebut sulit dipisahkan. Bahan baku yang digunakan berasal dari bahan yang mempunyai titik leleh berbeda, sehingga tidak mudah untuk dilebur.
Sampah plastik jenis multilayer ini juga sulit didaur ulang. Para pengusaha daur ulang memilih untuk tidak menggunakan sampah jenis ini. Rendahnya angka industri daur ulang sampah plastik multilayer ini menyebabkan terjadinya penumpukan. Akibatnya dampak negatif dari penumpukan plastik multilayer mengancam kerusakan lingkungan hingga kesehatan manusia.
Dampak negatif dari penumpukan plastik multilayer secara fisik yaitu terbentuknya mikroplastik. Mikroplastik merupakan partikel plastik atau fiber yang berukuran < 5 mm. Mikroplastik mempunyai 2 tipe, yaitu primer dan sekunder. Plastik multilayer akan menghasilkan mikroplastik sekunder akibat adanya proses degradasi bahan tersebut. Mikroplastik yang sudah tersebar di lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
Penelitian ECOTON yang dilakukan pada tahun 2018 hingga 2020 mengidentifikasi 102 partisipan yang tersebar di wilayah Indonesia dan ditemukan mikroplastik di dalam fesesnya. Mikroplastik mempunyai kandungan senyawa yang berbahaya, terdapat zat pemlastis (plasticizer) yang sudah terkonfirmasi oleh peneliti sebagai senyawa pengganggu hormon. Akibatnya dapat memicu pertumbuhan tumor, penghambatan sistem imun, dan dapat mengganggu sistem reproduksi.
Efek yang diakibatkan dari penggunaan plastik kemasan sachet yang semakin masif akan membahayakan kehidupan mikroorganisme, biota laut, makhluk hidup lainnya sehingga berpengaruh terhadap kondisi iklim dunia. Oleh karena itu, penggunaan kemasan sachet perlu dilakukan pengurangan atau bisa ditolak keberadaannya, mengingat sampah yang dihasilkan sulit sekali direcycle. Walaupun sekarang sudah mulai ada sustainable business seperti rebricks.id yang membuat bata / paving dari plastik multilayer, namun tentunya kapasitasnya belum dapat memenuhi jumlah plastik yang dihasilkan oleh penduduk Indonesia.
Para perusahaan yang menggunakan kemasan sachet untuk produknya harus menerapkan EPR (Extended Producer Responsibility) yang mana kebijakan ini mengharuskan produsen untuk bertanggung jawab terhadap produk yang diproduksi. Produsen harus memikirkan siklus akibat sampah yang akan mereka hasilkan dari produk yang dijual, bisa dengan mengumpulkan, melakukan redesign atau mendaur ulang sehingga kemasan tidak menjadi sampah. Produsen bisa memulai dengan mengganti plastik kemasan sachet dengan plastik yang lebih ramah lingkungan atau mulai merubah proses penjualan dengan tidak menggunakan wadah plastik tetapi konsumen diminta membawa wadah atau botol kaca ketika mereka berbelanja dengan sistem bulk store. Produsen juga harus bertanggung jawab dengan memusatkan pembuangan sampah yang dihasilkan dari produk yang mereka hasilkan.
Mari kita mulai menyadari bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan sampah kemasan sachet, dengan begitu kita bisa berbenah untuk merubah pola hidup kita dan menjauhi dari ketergantungan penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Jika bukan kita siapa lagi :).
Source :