Sejak menjadi ibu, nggak nahan ya Moms kalau melihat mainan anak yang lucu-lucu. Apalagi anak pertama, biasanya kita cenderung lebih impulsive saat membeli mainan untuk anak. Apalagi semua bisa dibeli secara online, aktifitas belanja pun jadi lebih mudah dan terasa menyenangkan. Ditambah lagi, saat ini banyak banget bermunculan mainan impor yang dijual dengan harga jauh lebih murah. Dengan embel-embel mainan edukatif, orang tua akan lebih mudah tergiur untuk membelinya.
Seyogyanya, yang dibutuhkan anak balita adalah bergerak dan berinteraksi dengan orang tuanya dibandingkan mainan yang menggunung di rumah. Terlebih untuk anak usia dibawah 3 tahun, maksimalkan gerak tangan dan tubuh anak sebagai fondasi untuk mendukung tumbuh kembang anak pada tahap selanjutnya.
Apakah tidak boleh memfasilitasi anak dengan mainan?
Tentu saja boleh, namun alangkah lebih bijak jika orang tua memfasilitasi sesuai dengan kebutuhan dan usia anak. Ibu Elly Risman Musa, S.Psi, seorang psikolog menyampaikan, idealnya jumlah mainan yang diberikan untuk anak adalah usia anak+2. Jadi jika si kecil saat ini berusia 2 tahun, cukuplah memfasilitasi 4 mainan yang diberikan secara bergiliran.
Baca juga: Zero Waste Toys untuk Balita di Rumah
Bijak Memilih Mainan untuk Anak
Mainan yang baik adalah mainan yang membuat anak bergerak aktif. Misalnya, rattle untuk bayi. Mainan tersebut akan berfungsi jika digerakan bayi. Secara otomatis, bayi akan menggoyangkan tangannya untuk mendapatkan bunyi. Sehingga tujuan dari mainan tersebut tercapai seperti melatih audio visual anak, stimulasi taktil dan membangun motorik halus anak.
Sebaliknya, hindari mainan yang membuat anak pasif. Hanya duduk dan memandangi mainan yang bergerak. Seperti mainan dengan baterai yang banyak banget dijual dipasaran. Anak tinggal pencet tombol dan mainannya yang akan bergerak atau mengeluarkan bunyi. Selain itu, penggunaan baterai sekali pakai juga menyumbang limbah berbahaya yang dapat mencemari lingkungan.
Lebih Sedikit Jumlah Mainan, Anak Menjadi Lebih Kreatif
Dalam buku Montessori Toddler dituliskan bahwa salah satu faktor yang mendukung kreatifitas anak adalah jumlah mainan yang sedikit. Anak akan tertantang untuk mencoba sesuatu yang baru dan menarik untuknya dari mainan yang ada tersebut. Misalnya wooden block, selain disentuh, anak akan mencoba menumpuknya keatas, membuat menara, menyusun kesamping, memilah sesuai warna dan lainnya.
Sebaliknya, Ketika anak diberikan akses mainan yang banyak sekaligus, anak akan bingung dan mudah bosan. Hal ini yang biasanya membuat anak tidak menyelesaikan satu circle aktifitas. Anak tidak bertahan lama dan langsung beralih ke mainan berikutnya. Baru diambil yang satu, belum selesai dimainkan, beralih lagi ke mainan berikutnya. Hal ini juga dapat mendistraksi anak sehingga sulit baginya untuk membangun fokus dan konsentrasi.
Apa yang harus dilakukan jika sudah terlanjur menumpuk mainan?
Rolling mainan anak, bisa setiap seminggu atau sebulan sekali. Display mainan tersebut di tempat yang mudah terjangkau oleh anak sehingga ia dapat mengambilnya sendiri ketika membutuhkannya.
Sisa mainan lain disimpan dan mulai menahan diri untuk tidak membeli mainan anak secara impulsive. Perhatikan manfaat dari mainan tersebut bagi anak, apakah hanya sebatas lucu dan murah saja atau ada benefit lain?
Dengan bijak memilih mainan anak, kita sudah berkontribusi mengurangi sampah. Apalagi mainan-mainan plastik yang rentan rusak, ujung-ujungnya terbuang dan menjadi limbah. Solusinya, orang tua bisa memilih mainan berbahan kayu yang lebih kuat dan tahan lama. Harganya memang lebih mahal namun mainan berbahan kayu juga memiliki berat, bagus untuk melatih otot tangan anak.
Yuk, mulai hari ini lebih bijak membeli mainan untuk anak terutama mainan yang berpotensi menjadi limbah.