Pernikahan merupakan salah satu momen terpenting dalam hidup setiap pasangan. Selebrasi ini akan terasa lengkap jika dihadiri oleh orang-orang terdekat untuk berbagi kebahagiaan. Selain itu, pernikahan di Indonesia kini juga merupakan momen yang tepat untuk mengundang hingga ribuan relasi untuk menyantap makanan bersama dan menikmati suasana dekorasi yang megah.
Namun, hal tersebut seyogyanya turut ditimbang dari segi lain, yaitu dampak pernikahan terhadap lingkungan. Oleh karenanya, pada tahun lalu, saya dan pasangan memiliki pilihan lain dalam merencanakan pernikahan, yaitu minimalist and intimate wedding.
Impian pernikahan kami tidak jauh dari keinginan untuk menciptakan suasana yang akrab, hangat dan berkesan tanpa menjadikan acara pernikahan sebagai tempat untuk mengkonsumsi berlebihan yang notabenenya akan menghasilkan sampah secara besar-besaran. Dalam prosesnya, merealisasikan ide ini cukup menantang karena pasti akan butuh banyak waktu untuk negosiasi secara detail dengan banyak pihak yang terlibat, baik keluarga maupun vendor. Sejak awal kami percaya bahwa ide ini sangat bisa dilakukan walaupun pasti tidak akan sempurna. Namun, melalui ide ini, kami yakin bahwa pernikahan ini pasti bisa mengurangi cukup banyak waste. Beberapa hal dibawah ini adalah hal-hal yang kami coba aplikasikan:
1. Jumlah Tamu Undangan
Kami rasa, ini adalah hal yang paling memusingkan dalam perencanaan awal, dan juga membutuhkan banyak waktu serta kesulitan tersendiri untuk memutuskan. Hal tersebut dikarenakan kultur jawa yang identik dengan rasa “sungkan”. Sementara itu, dari awal, kami mencoba memikirkan kembali esensi dari pernikahan itu sendiri, yang kami sadari pada intinya adalah tentang intimacy. Oleh karenanya, kami membatasi 100 undangan dengan total sekitar 150 tamu yang diharuskan RSVP/konfirmasi kehadiran. Selain karena alasan sebelumnya, pembatasan ini juga berguna untuk meminimalisir kemungkinan food-waste. Selain itu, jumlah tamu undangan harus diputuskan di awal karena sebagai penentu dalam mencari venue yang tepat.
2. Venue & Dekorasi
Kebetulan, kami memiliki mimpi yang sama, yaitu ingin melakukan resepsi di venue outdoor dengan pencahayaan alami. Selain pertimbangan estetika, kami memilih venue outdoor supaya dapat meminimalisir dekorasi. Pada umumnya, area outdoor sudah memiliki banyak elemen estetis dari alam. Dengan demikian, tidak perlu banyak menambahkan elemen dekorasi dan bisa sangat mengurangi sampah bunga yang akan dibuang setelah acara. Kami sendiri memilih venue dengan 30% indoor 70% outdoor karena, kembali, kami harus berkompromi dengan orang tua.
Selain itu, berkomunikasi dengan vendor sangat diperlukan agar mereka menggunakan properti-properti yang bisa mereka pakai secara berulang dan tidak terlalu banyak menggunakan bunga. Tujuan dari hal ini adalah agar tidak terlalu banyak menghasilkan sampah. Pernikahan minimalis di area outdoor tidak kalah indah, lho.
3. Catering
Kami sadar bahwa pasti akan ada food-waste di setiap acara pernikahan, kami berusaha untuk menemukan vendor yang bisa diajak berdiskusi tentang jumlah dan meng-custom menu. Beruntungnya, kami memiliki rekan yang kami inginkan. Selain jumlah paket yang bisa disesuaikan dengan jumlah tamu yang telah melalukan RSVP, kami juga bisa request untuk meniadakan air minum dalam kemasan. Seluruh minuman menggunakan glass jar dispenser, juga tidak ada peralatan makan plastik sekali pakai. Hal yang paling menyenangkan adalah, mereka mau meminjamkan reusable container untuk sisa makanan di akhir acara, sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam plastik-plastik kecil.
Namun, bila teman-teman yang melakukan pernikahan di Surabaya kebingungan untuk mengelola sisa makanan pernikahan, bisa juga menghubungi Garda Pangan untuk kerja sama. Nantinya, mereka akan mendistribusikan makanan ke pihak yang lebih membutuhkan.
4. Undangan
Sebagai pelaku cegah-pilah-olah sampah, kami menemukan bahwa salah satu penyumbang plastik dari pesta pernikahan adalah plastik undangan. Bila dipikir kembali, plastik undangan adalah hal yang tidak begitu perlu dan pasti langsung dibuang oleh sang penerima. Untuk itu, kami mencoba untuk membuat undangan sendiri dengan tanpa amplop (untuk undangan yang dikirim keluar kota, kami terpaksa menggunakan paperbag).
Karena e-invitation dirasa belum cukup umum, kami pun harus mencari ide lain yang ramah lingkungan. Ide undangan tanpa amplop plastik ini cukup challenging, karena faktor takut kotor dan kelayakan untuk dibagikan kepada tamu. Setelah cukup pusing memikirkan alternatif pengganti amplop plastik, akhirnya kami memustuskan untuk menggunakan kain katun yang diikat dengan salah satu dari cara mengikat ala furoshiki. Kain tersebut dapat digunakan kembali sebagai handkerchief/sapu tangan pengganti tissue. Untuk kertas undangan bagian dalam, kami memilih kertas daur ulang yang memang sengaja tipis supaya mudah terurai. Mulai dari ide, desain hingga pembuatannya, kami berdua kerjakan sendiri dan kami senang sekali dengan hasilnya. Mungkin, bisa menjadi opsi untuk menghadirkan undangan yang berbeda.
5. Souvenir
Selain plastik undangan, plastik bungkus souvenir juga tidak kalah banyak (bahkan kadang plastik tebal atau mika, hiks). Untuk itu, kami pun sudah berniat untuk memberikan souvenir tanpa plastik, yaitu cutlery pouch yang dijahit sendiri berisi reusable straw. Melalui souvenir tersebut, kami berharap juga bisa menjadi kampanye yang tersirat untuk para undangan agar mulai beralih dan berhenti menggunakan sedotan plastik.
6. Baju
Baju pernikahan juga merupakan salah satu hal yang paling penting, terlebih bagi wanita yang tentu ingin merasa jadi ratu dalam satu hari yang paling istimewa. Sayangnya, banyak baju pengantin yang pada akhirnya berakhir di lemari karena tidak terlalu cocok untuk digunakan sehari-hari. Ada beberapa opsi yang bisa dilakukan, yaitu sewa di persewaan baju pengantin atau reuse baju pengantin mama atau kerabat yang masih oke. Sementara itu, saya sendiri sudah punya dream dress sejak dahulu dan ingin beda. Oleh karenanya, saya mencoba mengkonsep sendiri baju pengantin saya yang kemudian disulap oleh designer adalan menjadi tiga pieces yang dapat digunakan terpisah. Baju ini, sedari awal, saya pesan agar sebisa mungkin menjadi baju yang nantinya bisa dengan mudah untuk digunakan kembali untuk acara-acara formal maupun kasual.
7. Seragam
Seragam keluarga, sesuatu yang sebetulnya tidak wajib dibagikan tapi terasa wajib bagi orang tua, juga berlaku untuk seragam pengiring pengantin (bridesmaid/groomsman) namun ada rasa ingin membagikan sebagai tanda terima kasih kepada teman terdekat yang telah banyak membantu selama ini. Secara umum, plastik selalu digunakan sebagai pembungkus saat membagikannya, untuk itu, kami menggunakan beberapa cara: membawa reusable bag berukuran besar ketika belanja kain seragam serta mengatakan ke pramuniaga bila seragam tidak perlu dibungkus satu persatu dengan plastik.
Sebagai gantinya, kami menggunakan tas kain yang bisa digunakan kembali. Dengan cara ini, tampilannya pun juga lebih cantik. Kami membebaskan desain baju dan menyarankan untuk membuat baju yang disuka supaya bisa digunakan kembali di acara-acara lain.
8. No Baloons and Confetti
Balon yang kita terbangkan ke udara, suatu hari nanti akan jatuh ke tempat yang tidak kita ketahui dan akan menjadi sampah yang tidak akan pernah terurai. Hal tersebut juga berlaku bagi confetti yang berbahan plastik. Untuk itu, saya memilih potongan bunga asli untuk lemparan karena tanaman akan lebih mudah terurai dan menyatu kembali dengan alam.
Bagaimanapun, tidak dapat dipungkiri kembali, bahwa pernikahan bukan hanya tentang dua orang saja, tetapi dua keluarga. Tidak harus sempurna, setidaknya, kita berusaha mengurangi kegiatan konsumsi dengan pilihan-pilihan yang kita bisa lakukan, tanpa mengurangi esensi dari pernikahan itu sendiri.
Mudah-mudahan beberapa poin menurut pengalaman kami bisa menjadi referensi untuk bagi teman-teman yang ingin mengurangi sampah yang dihasilkan dari pernikahannya. Sangat jauh dari sempurna dan pasti masih ada hal-hal yang berada di luar kendali, tapi mudah-mudahan tidak mengurungkan niat teman-teman yang punya pilihan dalam mengatur penikahannya ya!
Instagram: @ainihanifa
Website: www.ainihanifa.com